Curahan Hati Prajurit TNI Wujudkan Kemanunggalan dengan Rakyat melalui TMMD ke 121 Lombok Timur

Prada Yoyakim Helembo di sela waktu istirahat

Lombok Timur - Peluh yang membasahi wajah dan badan Prada Yoyakim Helembo tak menyurutkan semangatnya bekerja bersama rakyat di Desa Kesik, Kecamatan Masbagik Lombok Timur. Tak sulit mengidentifikasi asal prajurit muda ini.

Kulit hitam, rambut keriting, berperawakan kekar, itulah ciri khas yang melekat padanya. Sekali melihatnya, siapapun pasti tahu bahwa prajurit ini berasal dari tanah yang disebut sebagai serpihan surga. Tidak ada lain, itulah tanah Papua.

Lahir di Pulau paling timur Indonesia, semangatnya untuk mengabdi bagi NKRI tak pupus meskipun harus tinggal jauh dari keluarga. Bagi Yoyakim, NKRI adalah darahnya dan prajurit adalah panggilan jiwanya sehingga rela berpisah dengan keluarga sejak 4 tahun lalu.

Hari itu, Senin (19/8/2024), Yoyakim bersama prajurit TNI lain menyelesaikan pekerjaan talut irigasi dalam program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 121 di Desa Kesik. Pengabdian dan loyalitasnya ditunjukkan dengan komitmen kerja keras dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan.

Ia yang seorang prajurit harus rela mengangkat cangkul dan mengaduk semen untuk rakyat. Ironis memang seorang tentara tak mengangkat senjata di medan perang.

Tapi baginya, dimanapun diperintahkan wajib untuk menjunjung tinggi tugas yang diembankan Negara kepadanya. "Kalau Negara memanggil, kami pasti hadir," tegas Yoyakim.

Yoyakim tergabung dalam Kompi Bantuan 742/Satya Wira Yudha, di Pringgabaya. Terlahir di daerah rawan konflik membuatnya sangat paham indahnya kedamaian.

Serda Syarif sedang mengerjakan finishing talut irigasi


Senada dengan Prada Yoyakim, Serda M Syarif Hidayatullah yang pernah bertugas 12 tahun di wilayah rawan konflik, Timika, sangat bersyukur Indonesia adalah Negara yang damai. Sehingga rakyat bisa bekerja dengan tenang tanpa ketakutan.

Baginya, perang telah berakhir sejak Indonesia merdeka 79 tahun yang lalu. Kini tugasnya sebagai prajurit adalah memerdekakan rakyat dari kemiskinan sesuai dengan tujuan TMMD dalam percepatan pembangunan.

Walaupun masih banyak berpandangan sinis pada tentara yang bekerja mengangkat semen dan cangkul, menurutnya itu hanyalah angin lalu. Pandangan sinis itu tentu saja karena ketidaktahuan mereka akan perjuangan TNI yang sesungguhnya dalam pembangunan Negeri ini.

"Karena mereka tidak paham bahwa itu bentuk perjuangan yang lebih nyata," ujarnya.

Minder? Tentu saja tidak. Baginya, perjuangan untuk rakyat tidak hanya di medan perang. Namun medan perang sesungguhnya adalah melawan stigma yang masih beredar di masyarakat yang menyebut Indonesia belum benar-benar merdeka.

Jalan inilah yang dipilih TNI untuk membantah stigma itu. Membangun infrastruktur pertanian, menghadirkan rumah layak huni bagi masyarakat kurang mampu demi mengurangi angka kemiskinan di Tanah Air. Sehingga rakyat kurang mampu juga merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Karena masyarakat tersebut terbebas dari salah satu beban kesulitan hidup.

"Perjuangan itu tidak harus perang. Kita bisa mengabdi untuk bangsa dan negara dengan cara ini," tandasnya.

Para prajurit TNI mengerjakan talut irigasi


Sosok tentara seperti Prada Yoyakim dan Serda Syarif selalu menjadi yang terdepan gotong royong dalam pembangunan. Hal itu telah terbukti dalam setiap bencana alam yang terjadi di Republik ini.

Dapur umum selalu diisi para lelaki gagah berpakaian loreng yang menyingsingkan lengan bajunya memasak hidangan bagi masyarakat terdampak bencana.

Masih teringat jelas di benak penulis saat menjadi mahasiswa di tahun 2010. Penulis dan para tentara ini memotong bumbu-bumbu dapur di pengungsian untuk korban bencana erupsi merapi yang melumpuhkan Jogjakarta waktu itu.

Kini, setiap TMMD kita melihat banyaknya Yoyakim dan Syarif lain yang juga bekerja layaknya kuli bangunan sebagai bentuk kemanunggalan dengan rakyat. Karena itulah, tak heran jika TNI mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.